Kedua, satu dunia. Kita punya motto yang luar biasa atau ”cogan kata” atau ”dasar filosofis berbangsa ”Bhinneka Tunggal Ika”. Asal katanya ”binna” artinya berbeda. ”Ika” artinya itu. ”Tunggal” artinya satu. Jadi, secara harfiah arti cogan kata itu adalah ”berbeda itu, satu itu”. Dengan demikian, dunia yang kita huni ini memang diciptakan berbeda-beda. Berbeda warna kulit penghuninya, berbeda keyakinan dan kepercayaannya, berbeda tempat tinggalnya, serta berbeda dalam segala hal. Namun, sesungguhnya kita harus hidup dalam satu dunia yang satu. Sekali lagi, dengan Obama, yang pernah menjadi anak Menteng Dalam Jakarta itu, lahir di satu dunia juga, dengan bapak asal Afrika dan seorang ibu asal Amerika, telah menjadi keturunan Afro-Amerika pertama yang telah menjadi presiden sebuah negara adi daya. Pelajaran yang dapat kita petik dari fenomena ini adalah kita harus lebih meyakini bahwa kita sesungguhnya sama-sama menjadi mahluk Tuhan yang tinggal di satu dunia ini, dan oleh karena itulah kita harus lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa bahkan dunia, ketimbang harus memperuncing perbedaan dan permusuhan. Perang antarnegara, perang antaragama, termasuk bentrok antaretnis, bentrok antarkampung, bentrok antarwarga, dan bentrok antarpenonton pertandingan sepak bola, bahkan telah marak juga bentrok antarmahasiswa, sebenarnya tidak perlu terjadi, karena kita adalah sama-sama menjadi mahluk ciptaan Allah di dunia yang satu ini.
Ketiga, komunikasi efektif. Saya suka istilah yang satu ini. Segala persoalan diyakini dapat dipecahkan jika melalui pendekatan ini, komunikasi efektif. Mungkin juga dengan musuh sekalipun. Konon, tidak ada musuh di dunia ini, yang ada adalah kelompok yang memiliki perbedaan pendapat. Untuk menyatukan perbedaan pendapat itu diperlukan musyawarah dengan komunikasi efektif. Juga dengan orang nomor satu negara yang telah mengalami peristiwa tragis WTC ini. Dengan demikian, terhadap Obama, negara kita juga perlu melakukan komunikasi efektif itu. Saran dua organisasi keagamaan terbesar negeri ini, Muhammadiyah dan kemudian NU, sangat bijak untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Obama adalah tamu, dan kita juga telah bertamu. Tidak elok menolak tamu. Oang Jawa bilang, tamu membawa berkah. Mudah-mudahan.
Keempat, kenangan masa kecil. Teori yang dikenal dengan ”the golden age humanity” atau ”usia keemasan kemanusiaan” menyatakan bahwa perkembangan otak yang optimal terjadi pada usia lima tahunan. Oleh karena itu, empat tahun masa kecil di Menteng Dalam Jakarta, sudah pasti akan menjadi kenangan manis tersendiri bagi Obama, yang dikenal dengan nama Barry itu. Pengalaman selama empat tahun tinggal di Indonesia, khususnya ketika bersekolah di SD Menteng 1, sudah barang tentu akan menjadi pupuk yang menyuburkan pertumbuhan kecerdasan ganda (multiple intelligence) si anak Menteng Dalam ini. Rully, teman sekelas Obama, menyatakan keyakinannya bahwa kepribadian si anak Menteng Dalam ini akan diwarnai oleh semua pengalamannya selama bersekolah di Indonesia. Setidaknya Obama pernah berbahasa Indonesia dengan baik sesama temannya. Itulah sebabnya, Obama sering mengucapkan ”terima kasih” dan ”apa khabar” secara spontan dalam Bahasa Indonesia. Secara kemanusiaan, biarlah Obama dapat bernostalgia di Indonesia. Biarkan dia mengenang masa kecilnya di negara berpenduduk nomor empat di dunia ini.
Kelima, yang terjadi terjadilah, what will be, will be. Apa yang terjadi dengan kedatangan Obama ke Indonesia? Terus terang, penulis tidak bisa meramalkan dan menjelaskan. Pro dan kontra tentang kedatanggannya boleh saja terjadi, karena perbedaan adalah sesuatu yang wajar. Tetapi, kembali diingatkan, tidak ada musuh, yang ada hanyalah kelompok yang mempunyai perbedaan pendapat. Kita berharap agar apa yang terjadi dengan kedatangan anak Menteng Dalam itu dapat menjadi bahan pelajaran berharga bagi semuanya. Amin.
sumber:suparlan.com
0 komentar:
Posting Komentar