Selasa, 30 November 2010

SUMMER HABIT IN JAPAN



Summer is the season for festivals large scale in Japan. Supported by good weather and a long weekend, this season became the season's most 'alive'. Tank top and shorts super-short was a favorite, knowing the heat. Night yukata (summer kimono) complete with uchiwa (fan) and geta (wooden sandals) is the appropriate dress to go to the festival (Natsu Matsuri) in the Temple.
This festival rang with merchants who lined the road, illuminated by hundreds chuochin (lanterns). The merchants sell a variety of toys, omen (mask), furin (klintingan), snacks like wataame (candy cotton) and kakigori (shaved ice) or foods such takayoki (octopus grilled), yakitori (chicken kebabs), Okonomiyaki (a type of martabak eggs filled at will we), yakitomorokoshi (roasted corn), etc.. Additionally, the festival also rang with a variety of traditional games. Among these, the most popular is kingyo sukui (catching goldfish). But summer tisak was complete without hanabi taikai (festival of fireworks).




Friends with Insects


This long holiday season the Japanese people used to hold a variety of interesting events. Most of the activities in direct contact with nature. Like for example, for the children, they would like to collect competed variety of insects. The sight of children carrying fishing nets and insect boxes, a typical part of summer in Japan.


"King" of insects in the summer is the favorite kabutomushi, or known in Indonesia with the title of coconut beetles. They competed in looking at the trees in the gardens around their homes, even some who deliberately go into the forest gang as a form of recreational activity groups. In addition to his own, shops pet toy stores also usually sell these insects. The price is relatively expensive, ranging between Y2.000 - Y10.000, or about Rp160.000-Rp800.000 perekor. Even some of the special type, the market price could reach about tens of millions of dollars. Kabutomushi from Indonesia, generally comes from Sumatra, Kalimantan and Sulawesi, is also quite popular and mainstream.
Japanese people used to play a power struggle between kabutomushi, as in Indonesia there cockfighting game. Form of the game like a sumo match. Made a circle as an arena to compete, and the two animals have raised dipertandingkan opponent to get out of the circle, or turn around your opponent plays back up to down, feet above. Which survive in the circle or stay in a standing position is perfect, that's the winner. Several television channels to make this event as their special show.


Senin, 29 November 2010

AFS (American Field Service)

Program AFS sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. AFS didirikan oleh dua orang Amerika yang merupakan supir ambulance pada Perang Dunia II. Awalnya, program ini hanya mengundang sukarelawan untuk membantu tim medis dalam perang. Namun setelah itu program dijadikan sebagai program pertukaran pelajar/pemuda dari berbagai negara ke Amerika, dan dari Amerika ke berbagai negara. Sekarang, program AFS tidak hanya ke atau dari Amerika saja, tetapi dari berbagai negara ke negara lain, tetap dengan nama AFS.


Hingga saat ini AFS telah mempertukarkan lebih dari 220.000 peserta program dari 54 negara di dunia. Program pertukaran pelajar AFS ini dilakukan dalam rangka menciptakan saling pengertian dan persahabatan agar terwujud perdamaian dunia.


Melalui program bertenggang waktu kurang lebih sebelas bulan ini, siswa Indonesia yang memenuhi persyaratan mempunyai kesempatan untuk tinggal bersama keluarga angkat di suatu negara asing dan bersekolah di SMU setempat. Pengalaman yang didapat selama program akan memperkuat kemampuan berbahasa, pengembangan karakter pribadi, dan ketrampilan kepemimpinan.


Minggu, 28 November 2010

pempek "makanan kito"

Mungkin banyak yang belum tahu sejarah makanan khas yang terkenal dari Palembang, Pempek. Dibalik kegurihannya tersimpan sejarah yang unik.Menurut sejarahnya, pempek telah ada di Palembang sejak masuknya perantau Cina ke Palembang, yaitu di sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan Palembang-Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari sebutan “apek“, yaitu sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina. 



Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si apek kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek … apek”, maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek atau pempek.

waktu by:khalil gibran

Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.


Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.



Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.




Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Themes by: Simple-Blogskins. Powered by Blogger